Sambut Era Revolusi Industri 4.0, DPP LDII Gelar Lokakarya Digital

Jakarta (10/9). Pentingnya beradaptasi sekaligus memanfaatkan era Revolusi Industri 4.0 menjadi latar belakang Dewan Pimpinan Pusat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (DPP LDII) menggelar lokakarya nasional, yang membahas ekonomi dan pendidikan berbasis digital pada Selasa (10/09) di gedung DPP LDII, Jakarta.

Lokakarya yang diikuti 200 orang dari perwakilan DPW LDII dari Aceh hingga Papua dan negara tetangga, dihadiri pula oleh Duta Besar Singapura Anil Kumar Nayar, perwakilan dari Kementerian Koperasi dan UMKM RI, perwakilan tim Gapura Digital Google Indonesia, serta pakar ekonomi, pendidikan, dan praktisi digital lainnya.

Saat membuka acara, Ketua Pengarah Panitia sekaligus Ketua DPP LDII Prasetyo Sunaryo mengatakan, hanya sekitar delapan persen orang yang dapat menghasilkan smart society dari sebuah smartphone. Artinya, hanya segelintir orang yang menggunakan teknologi digital yang mampu menghasilkan digital intelligence.

“Ormas dapat meningkatkan kontribusinya dengan memanfaatkan digital teknologi. Hal ini adalah bentuk sederhana integrasi antara struktur dan kultur. Sebagai contoh, jika sebuah keputusan dulu ditentukan berdasarkan pengalaman, kali ini dalam era digital sistem keputusan didukung dengan basis digital,” ujar Prasetyo Sunaryo.

Pada perkembangannya, teknologi komunikasi menciptakan Big Data. Sehingga implikasinya bagi masyarakat adalah mereka harus mampu membuat sistem manajemen data dan infrastruktur data. “Paling sederhana contohnya adalah manajemen data, dengan pengembangan perangkat lunak (software development), pengembangan model, dan presentasi model data oleh para pegiat digital, wujudnya nanti Artificial Intelligence (AI), dengan sistem pengamanan data tinggi,” kata Prasetyo.

Persoalannya, saat ini adalah bagaimana teknologi yang memudahkan, justru tak berhasil membantu manusia karena budaya, “Misalnya, pesan penting yang masuk dalam smartphone diabaikan atau terlambat membuka pesan (unresponsive) hal ini terkait kebiasaan seseorang, maka artinya kultur atau budaya seseorang bisa menghambat atau bisa memajukan teknologi,” ujar Prasetyo. Inilah pentingnya pendidikan digital untuk warga masyarakat.

Menanggapi hal tersebut, Duta Besar Singapura Anil Kumar menambahkan, manusia harus memanfaatkan teknologi bukan terjebak atau diatur teknologi, “Apakah teknologi yang harus pintar atau orang-orangnya yang pintar, maka manusia-lah yang harus memanfaatkan dan memanajemen teknologi,” ujar Anil Kumar.

Literasi digital sangat penting bagi masyarakat sejak dini. Bahkan di Singapura. Sejak sekolah dasar, menurut Anil Kumar, anak-anak sudah diperkenalkan dengan coding atau bahasa pemrograman. Sehingga tidak tidak takut oleh kemajuan teknologi dan terbiasa memanfaatkannya untuk hal yang positif. Anil menekankan: “Focus how to make people smart.”

Kecepatan perubahan yang sekarang jauh lebih cepat. Antara kecepatan dengan masalah yang muncul itu seolah terburu-buru. Tidak heran timbul disrupsi teknologi. “Manage the technology, jangan teknologi yang mengendalikan kita, ini adalah salah satu fokus penting,” kata Anil. Adanya disrupsi atau gangguan berimbas juga pada bidang ekonomi, bisnis, dan lainnya.

“Bisa jadi banyak pekerjaan akan hilang akibat disrupsi, misalnya ahli hukum tanpa bantuan teknologi, bisnis mereka tidak akan berjalan begitu saja, jika hanya membantu penyelesaian masalah penjualan tanah atau rumah,” kata Anil.

Menurutnya, meskipun terjadi disrupsi, penekanan di Singapura tidak terfokus pada melindungi sebuah pekerjaan, tapi melindungi pekerja. Karena pekerja bisa diberi ilmu untuk pekerjaan baru, malah bisa jadi kehidupan lebih baik daripada pekerjaan mereka yang terdahulu

Please follow and like us:
error1
fb-share-icon20
Tweet 20
fb-share-icon20

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *